Ki Cokro
Cokro Winangun adalah salah satu murid dari Ki Selo Ik Kromo. Ki Cokro memiliki ciri fisik yang khas , beliau memiliki ciri belang separo diwajahnya. Beliau sangat terkenal dengan gaya bicara dan tertawanya yang keras. Dalam kesehariannya beliau sangat suka dengan makan-makanan yang pedas.
Ki Cokro pernah menjabad menjadi Patih di suatu kerajaan, tapi sayang beliau tidak mau mejabat lebih lama, beliau hanya menjabat selama satu musim penghujan saja, beliau lebih memilih mengundurkan diri dan menyerahkan kedudukannya pada Raden Mas Arjuno (Raden Njeliteng), ketika itu beliau memilih pergi ke desa untuk mengabdi kepada masyarakat setempat sebagai kaum biasa yang membela Raja, hanya sampai suatu ketika beliau dipanggil kembali sebagai penasehat kerajaan.
Ki Cokro terkenal karena kepiawaiannya dalam mengatur strategi pertahanan, beliau terkenal dalam setiap keberhasilannya dalam menangkap gerak-gerik penghianatan yang ada. Beliau selalu memberikan rincian alasan penjelasan secara mendasar kepada raja saat itu sehingga beliau menjadi orang kepercayaan raja hingga akhir hidupnya. Ki Cokro wafat di daerah Kudus-Djawa Tengah.
Gusti Aryo Pangestu
Kanjeng Gusti Aryo atau sering juga disebut Gusti Aryo Pangestu adalah salah satu murid dari Ki Selo Ik Kromo. Beliau dididik untuk belajar menjadi seorang Raja yang agung dan juga berwibawa. Beliau termasuk murid Ki Selo Ik Kromo yang termuda waktu itu. Gusti Aryo Pangestu merupakan Cicit dari Kanjeng Gusti Lesmono.
Gusti Aryo Pangestu merupakan keturunan tunggal yang masih ada setelah terjadi peperangan antara saudara dari keturunan Kanjeng Gusti Lesmono. Beliau sengaja diasingkan oleh keluarga karena dikhawatirkan beliau akan dibunuh oleh keluarga yang lain, beliau dikirim oleh keluarganya keluar kerajaan menuju tempat Ki Selo Ik Kromo dengan tujuan agar beliau dapat belajar bertahan hidup walau sudah tidak dikerajaan sendiri.
Raden Mas Arjuno
Raden Mas Arjuno adalahsalah satu murid dari Ki Selo Ik Kromo, Beliau adalah murid kedua Ki Selo Ik Kromo setelah Ki Cokro. Beliau menggantikan Ki Cokro sebagai patih dan berhasil memperluas kekuasaan kerajaan. Beliau lebih sering dikenal dengan sebutan Raden Njeliteng, itu dikarenakan kulit beliau yang berwarna hitam legam. Beliau juga lebih dikenal karena kekaleman dirinya, tapi walaupun demikian beliau lebih dipandang berwibawa dibandingkan patih lainnya dihadapan raja.
Raden MAs Arjuno pernah mendapat amanah dari Ki Selo Ik Kromo jika beliau akan pulang maka beliau disuruh pegilah keselatan. Raden Mas Arjuno pun selalu mengingat amanah tersebut.
Suatu Raden Mas Arjuno bertemu kembali dengan Ki Selo Ik Kromo dikediamannya, dan saat itu beliau diberi sebuah cambuk. Dan saat itu Ki Selo Ik Kromo menyuruh Raden Mas Arjuno untuk menggunakannya sebagai sabuk, Raden Mas Arjuno pun menurutinya.
Suatu ketika terjadi peperangan antara kerajaan Raden Mas Arjuno dengan kerajaan lain yang telah bekerjasama dengan bangsa ghaib, ketika itu pasukan Raden Mas Arjuno sudah kualahan menghadapi serangan dan gempuran kerajaan musuh. Entah darimana datangnya sebuah suara menyerupai suara Ki Selo Ik Kromo yang berkata ” Gunakan Sabukmu! Sabet kearah mereka!” , dan dalam seketika pasukan lawan luluh lantah berterbangan melayang jauh ke udara. Saat itu juga nama Raden Mas Arjuno terkenal hingga pelosok kerajaan lain dan ditakuti.Pada suatu saat Raden Mas Arjuno teringat akan pesan Ki Selo Ik Kromo sebagai seorang gurunya, dan akhirnya beliaupun pergi kearah selatan, setelah itu Raden Mas Arjuno pun dikabarkan menghilang tidak kembali lagi.
Ki Modo Suryo Kencono
Ketika dewasa beliau memutuskan untuk meninggalkan rumah untuk selamanya dan tak akan kembali bila kedudukan waktu itu tidak sama rata. beliau memutuskan untuk meninggalkan rumah pergi ke selatan mencari bekal ilmu kanuragan , karena beliau tidak pernah puas dengan apa yang beliau miliki saat itu.
Berdasarkan berita terakhir beliau berada diatas tanah djawi sebagai sebagai pengawal kerajaan. dan hingga kini kabar tentang kematiannya tidak ketahui dimana dan kapan serta apa penyebabnya. dan beliau sering dipanggil kesatria yang tidak memiliki asal usul karena beliau tidak pernah memberitahukan kepada siapapun dirinya.
Macan Gending
Macan Gending adalah seorang denawa bermuka macan bertubuh manusia. Beliau memiliki wibawa dan kharisma yang bisa dibilang tinggi dari denawa biasa. Macan Gending dianggap raja sebagai sesorang yang berjiwa besar, walau begitu beliau tetap berhati luhur. Dalam masa pemerintahan raja Ki Ya’man beliau termasuk patih yang lama dalam kerajaan.
Macan Gending terkenal juga karena cara bicaranya yang sedikit cedal. Ki Gending Memiliki kemampuan Haresyudho bayu Bayu Ali, yang berarti keberaniannya melebihi yang lain. Macan Gending terkenal karena tabiatnya yang penyabar dan tidak pernah menolak perintah raja.
Tedjo Semboro
Tedjo Semboro setelah memilih menjadi seorang ahli obat-obatan, beliau pun mengelana kedalam kerajaan , ketika itu keahlian beliau sebagai tabib sangatlah terkenal. Hingga beliau dingkat sebagai tabib kerajaan dan sekaligus Demang kerajaan. Beliau Diangkat sebagai Demang dengan julukan “Mas Demang Redjo Tedjo Arum Adi Joyo”.
Tedjo Semboro wafat di kudus, beliau wafat karena sakit keras. Tedjo semboro wafat dengan tidak memiliki keturunan dan tidak memiliki istri. Beliau memilih untuk sendiri sampe tua, beliau lebih memikirkan warga sekitar daripada dirinya sendiri sebagai kawulo wargi. Tedjo Semboro sebelum wafat berpesan baiklah kamu dijalan.
Boediyono
Beliau tidak pernah mengetahui keberadaan bapaknya, bahkan jika ditanya ” siapa bapakmu? maka beliau menjawab saya tidak tahu”. Beliau terkenal akan keganasannya dan jika sudah berbicara sangat pedas. Beliau dikenal dan disegani dikalangan teman-temannya karena keberaniannya dalam bertindak, hingga banyak temannya berkata kalau ikut boediyono itu pasti selamet neng dalan.
Wujud lain Ki Ya’man
Salah satu ciri yang sering beliau perlihatkan adalah didaerah mata beliau terlihat jelas lekukan hitam yang dalam, Ki ya’man berambut merah, disamping kepala beliau terlihat sangat jelas ada dua tanduk besar bagaikan tanduk kerbau. Beliau sering mengenakan pakaian batik dengan ikat pinggang hitam dan ikat kaki hitam.
Ki Ya’man mampu pergi kemanapun yang ia mau, beliau dapat pergi dalam langkahnya. Dalam setiap langkahnya beliau sering tercium aroma melati. Tawa ageman suaranya sangat terdengar jelas dalam berbicara. Senyumnya terlihat menyeringai tapi tidak membuat seorang bayi menangis.
Kanjeng Gusti Lesmono
Saat Beliau menjabat sebagai raja beliau sangatlah terkenal oleh perkataan dan ketegasan tentang disiplin hidup. Beliau selalu ingat pesan sang guru untuk menjaga omongannya. Pernah suatu ketika beliau dalam hati merasa tidak suka oleh ulah seorang pengemis dan ketika beliau teringat perkataan sang guru, beliau langsung minta maaf sungkem kepada pengemis tersebut.
Kanjeng Gusti Lesmono wafat saat berusia 123 tahun, beliau wafat dengan meninggalkan 2 istri dan 3 anak. Saat beliau meninggal kedudukan kerajaan waktu itu sudah diambang kehancuran karena perebutan kekuasaan ketiga anaknya. Beliau pernah berpesan jika beliau sudah pergi nanti yang jadi raja adalah anak yang memiliki ciri berkulit hitam legam, tapi ternyata ketiga anaknya tersebut memang memiliki kulit hitam.
Poertopo
Raden Pendowo
Ki Ageng Getas
Ki Ageng Getas adalah bapak dari Ki Selo Ik Kromo. Beliau memiliki nama lain Raden Depok dan Ki Abdullah.
Dikala si jabang bayi Nona telangkas diletakkan dipinggir sendang telaga, Syeh Maulana berkata “ Nona Telangkas keparingan amanateng Allah kang bakal njunjung drajatmu kok ora kerso “ (dalam Bhs jawa). Yang akhirnya Syeh Maulana turun dari pertapanya dan menimang jabang bayi, kemudian dibuatkan tempat yang sangat indah yaitu Bokor Kencono .
Dikala itu Dewi Kasian ditinggal wafat suaminya yang bernama Aryo Penanggungan, belum mempunyai putra, karena sayangnya Dewi Kasian terhadap suaminya, walau sudah wafat setiap saat dia selalu menengok makam suaminya. Maka dikala itu Syeh Maulana Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan bokor kencono dan diletakkan disamping makam Aryo Penanggungan. Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasian keluar dari rumah menengok kearah makam suaminya, kelihatan sinar yang menjurat keatas dari arah makam suaminya, apakah sebetulnya sinar yang menjurat dari arah makam suaminya tersebut ? Ternyata setelah didekati adalah sebuah bokor kencono yang sangat indah, dan dibuka bokor tersebut ternyata didalamnya terdapat jabang bayi yang sangat mungil dan lucu sekali. Disaat itu Dewi kasian sangat terperanjat hatinya melihat si jabang bayi tersebut, dengan tidak disadari akhirnya bokor berisi jabang bayi dibawa pulang dengan lari dan mengucapkan : “kangmas Penanggungan wis sedo, kok kerso maringi momongan marang aku “. (dalam Bhs Jawa).
Kabar mengenai orang yang telah meninggal tetapi bisa memberikan kepada istri jandanya, telah tersiar sampai ke pelosok negeri. Masyarakat berbondong – bondong ingin menyaksikan kebenaran berita tersebut, Akhirnya Dewi Kasian yang asalnya tidak punya harta benda apa – apa menjadi janda yang kaya raya, dari uluran orang – orang yang datang tersebut. Kemudian jabang bayi diberi nama Joko Tarub karena dikala masih bayi diambil Dewi Kasian dari atas makam Aryo Penanggungan yang makamnya dibuat makam Taruban. Pada usia kanak-kanak Joko tarub atau Sunan Tarub mempunyai kesenangan atau hobi menangkap kupu-kupu di ladang. Setelah masuk di tengah hutan bertemu orang yang sangat tua, dia diberi aji – aji tulup yang namanya tulup Tunjung Lanang. Tulup inilah yang akhirnya menjadi aji-aji sangat luar biasa untuk Kiai Ageng Tarub/ Sunan Tarub. Diwaktu mendapat tulup tersebut dia pulang dengan cepat menyampaikan berita kepada ibunya (Dewi Kasian) dan mengatakan bahwa dia di tengah hutan dijumpai seorang yang sangat tua memberi aji – aji tulup kepadanya. Namun karena sayangnya, Dewi Kasian tidak memperbolehkan putranya masuk hutan, karena khawatir kalau dimakan hewan buas atau dibunuh orang yang tidak senang kepadanya. Namun karena Joko tarub tidak takut lebih-lebih mempunyai aji – aji tulup tersebut, maka Joko Tarub tetap senang masuk hutan untuk mencari burung.
Sampai diatas gunung Joko Tarub mendengar suara burung yang sangat indah bunyinya yaitu burung perkutut. Kemudian didekati dan dilepaskan anak tulup kearah burung tersebut namun gagal. Akhirnya Joko Tarub berfikir dan menganggap bahwa burung ini tidak burung biasa. Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah selatan, didekati dan dilepaskan lagi anak tulup kearah burung namun tidak mengenai burung itu dan ternyata anak tulup itu mengenai dahan jati. Tempat yang ditinggalkan burung tadi sekarang dinamai Dukuh Karang Getas. Karena sedihnya Joko tarub maka tempat yang ditinggalkan, sekarang dinamai Dukuh Sedah. Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah selatan, didekati dari posisi yang strategis (burung dalam keadaan terpojok), maka anak tulup dilepaskan dan ternyata tidak kena dan burung terbang lagi ke selatan. Tempat tersebut sekarang menjadi Dukuh Pojok. Burung terbang ke selatan dan hinggap diatas pohon asam oleh Joko Tarub dilepaskan lagi anak tulup kearah burung tetapi terbang lagi ke selatan, tempat yang ditinggalkan tadi menjadi Dukuh Karangasem. Diwaktu mengejar burung keselatan Joko Tarub merenungi burung tersebut, dalam ucapannya mengatakan ini burung atau godaan. Tempat merenungi Joko Tarub sekarang dinamai Desa Godan Joko Tarub mengejar terus burung kearah selatan, tempat melihatnya Joko Tarub sekarang dinamakan Dukuh Jentir. Joko Tarub terus melacak burung kearah tenggara kemudian berjumpa lagi dengan burung yang hinggap di pohon tetapi burung tersebut tidak bersuara. Setelah burung itu terbang lagi ke selatan dan tempat yang ditinggalkan tadi dinamakan Dukuh Pangkringan. Kemudian Joko Tarub melacak kearah selatan, setelah sampai ditempat yang sangat rindang disitulah burung terbunyi lagi. Namun Joko Tarub mendengar suara wanita yang baru berlumban (mandi) di dalam sendang. Disaat itu Joko Tarub lupa burung yang dikejar dia beralih mengintai suara wanita yang mandi di dalam sendang Ternyata para bidadari yang sedang dilihat, akhirnya Joko Tarub mengambil salah satu pakaiannya bidadari yang dengan tutup kemudian dibawa pulang dan disimpan dibawah tumpukan padi (lumbung) ketan hitam. Joko Tarub kembali lagi ke Sendang dengan membawa sebagian pakaian ibunya. Setelah sampai didekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang kembali ke surga. Tinggal satu yang masih mendekam ditepi sendang dengan merintih dan berkata : “sopo yo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung sanggup dadi bojoku“. Disaat itu Joko Tarub mendekati dibawah pohon sambil mendengarkan ucapan bidadari tersebut dan menolong bidadari dengan melontarkan pakaian ibunya. Setelah bidadari berpakaian diajak pulang kerumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putri ini adalah putri dari sendang yang baru terlantar dan minta tolong kepada siapun : Jika yang menolong pria akan dijadikan suaminya. Akhirnya Joko tarub menikah dengan bidadari tersebut yang bernama Nawang Wulan. Adapun sendang yang dibuat lomban para bidadari, sekarang dinamakan sendang Coyo. Kemudian Joko Tarub dengan Nawang Wulan mempunyai tiga putri yaitu : Nawang sasi, Nawang Arum, Nawang Sih. Pada waktu bayinya, Nawang Sih mengalami satu riwayat yang sangat hebat yaitu dikala Nawang Sih masih di ayunan, ibunya mau mencuci pakaian di sungai dan berpesan pada Joko Tarub agar mengayun putrinya dan jangan membuka kekep (penutup masakan). Namun setelah Nawang Wulan pergi ke sungai, Joko Tarub penasaran akan pesan istrinya, maka dibukalah kekep tersebut, setelah melihat didalam kukusan, ternyata yang dimasak istrinya hanya satu untai padi. Joko Tarub mengucapkan (Masya Allah, Alhamdulilah istriku yen masak pari sak uli ngeneki tho, lha iyo parine ora kalong – kalong. Tak lama kemudian istrinya datang lalu membuka masakan tersebut, ternyata masih utuh padi untaian. Kemudian istrinya menegur suaminya bahwa pasti kekep tadi dibuka, sehingga terjadi pertengkaran. Akhirnya Nawang Wulan menyadari sehingga harus dibuatkan peralatan dapur (lesung, alu, tampah) Setelah kejadian itu Nyi Nawang Wulan kalau mau masak harus menumbuk padi dulu, sehingga lambat laun padi yang ada di lumbung makin habis. Setelah sampai padi yang bawah sendiri yaitu padi ketan hitam, ternyata pakaiannya diletakkan disitu dan diambil kemudian menghadap suaminya. Akhirnya terjadi pertengkaran yang hebat, ternyata yang mengambil pakaiannya waktu disendang dulu adalah Joko Tarub sendiri. Kemudian Nyi Nawang Wulang ingin pulang kembali ke surga dan berpesan kepada suaminya : Bila putrinya menangis minta mimik agar diletakkan didepan rumah diatas anjang – anjang. Tetapi setelah Nawang Wulan sampai di Surga di tolak oleh teman-temannya karena sudah berbau manusia. Kemudian Nyi Nawang Wulan turun lagi ke bumi namun tidak ada maksud kembali kerumah suaminya. Dia ingin bunuh diri naik di gunung Merbabu meloncat ke laut selatan. Setelah sampai di laut selatan Nyi Nawang Wulan perperang dengan Nyi loro Kidul, dan akhirnya Nyi Nawang Wulan mendapat kejayaan, sehingga laut selatan dikuasai oleh Nyi Nawang Wulan. Jadi yang ada dilaut selatan ada tiga putri yaitu : Nyi Nawang Wulan, Nyi Loro Kidul, Nyi Blorong. Setelah Joko Tarub ditinggal Nyi Nawang Wulan dia hidup dengan putrinya Nawang Sih. Disaat itu di Kerajaan Majaphit yang diperintah Prabu Browijoyo kelima ditinggal wafat istrinya, sehingga Prabu Browijoyo sakit dan tidak mau menduduki kursi kerajaan, dan setiap malam kalau tidur ditepi Kerajaan. Suatu malam dia bermimpi bila sakitnya ingin sembuh maka harus mengawini putri Wiring Kuning, kemudian raja terbangun dari tidurnya. Akhirnya para patih diperintah untuk mengumpulkan semua putri – putri. Setelah diteliti dan disesuaikan dengan mimpinya tersebut akhirnya menjumpai putri Wiring Kuning yang ternyata adalah pembantunya sendiri. Akhirnya dikawinilah putri tersebut dan dilarang untuk keluar dari taman kaputren karena malu jika ketahuan orang bahwa raja mengawini pembantunya sendiri. Setelah jabang bayi lahir raja Brawijaya memanggil saudaranya (Juru Mertani) supaya memelihara dan mengasuh bayi tersebut. Kemudian bayi tersebut diberi nama Bondan Kejawan (Lembu Peteng). Dimasa kanak-kanak Bondan Kejawan, ayah asuhnya atau Juru Mertani akan membayar pajak kekerajaan disaat itu Bondan Kejawan mendengar bahwa ayahnya akan kekerajaan dan dia ingin ikut tetapi tidak diperbolehkan. Namun dia lari dulu dan sampai di Kerajaan dia langsung masuk dan naik keatas kursi raja. Kemudian membunyikan Bende Kerajaan. Sang raja mendengar bunyi bende kerajaan dan marahlah, anak tersebut ditangkap dan dimasukkan kedalam sel kerajaan. Tidak lama kemudian datanglah Juru Mertani dengan membawa padi untuk membayar pajak. Selesai membayar pajak dia menghadap sang raja dan menanyakan anak kecil yang membunyikan bende kerajaan. Diberitahukan kepada sang raja bahwa anak kecil itu putra sang raja sendiri. Kemudian raja memanggil anak kecil itu dan membawa kaca untuk melihat wajahnya sendiri dengan wajah anak tersebut. Ternyata Beliau yakin dan percaya bahwa anak tersebut putranya sendiri. Kemudian Juru Mertani disuruh sang raja untuk mengantarkan putranya ke Saudaranya yaitu Ki Ageng Tarub dan putranya agar diasuh dan dipeliharanya.
Disaat itu Ki Ageng Tarub mengasuh dua anak kecil yaitu Bondan Kejawan dan anaknya sendiri. Setelah masuk remaja Bondan Kejawan diperintah ayah asuhnya agar bertapa ngumboro yaitu disuruh ke sawah selama tujuh tahun dan tidak boleh pulang kalau belum diambil. Setelah sampai waktunya Nawang Sih diperintah ayahnya supaya memasak yang enak, setelah memasak agar mengambil saudaranya Bondan Kejawan yang berada ditengah sawah. Setelah sampai dekat gubug yang ditempati Bondan Kejawan, Disaat itu Bondan Kejawan sedang istirahat diatas gubug. Nawang Sih memanggil Bondan Kejawan dari bawah gubug. Bondan Kejawan terperanjat atas panggilan Nawang Sih karena tidak tahu akan kedatangannya, sehingga Bondan Kejawan jatuh dari atas gubug dan memegang bahunya Nawang Sih. Sampai dirumah Nawang Sih memberitahukan orang tuanya bahwa tadi bahunya dipegang oleh Bondan Kejawan. Tetapi sang ayah malah memberi tahu Nawang Sih akan dijodohkan dengan Bondan Kejawan, dan akhirnya mereka menikah. Kemudian lahirlah anak yang diberi nama Ki Ageng Getas Pandowo (Ki Abdulloh). Bondan Kejawan meneruskan Bopo Morosepuh dan diberi nama Ki Ageng Tarub II, sedang Ki Ageng Getas Pandowo diberi nama Ki Ageng Tarub III. Tempat pertapaan Bondan Kejawan (Lembu Peteng) sekarang terdapat disebelah tenggara makam Ki Ageng Tarub I, dukuhan sebelahnya dinamakan Desa Barahan. Selanjutnya Ki Ageng Tarub III (Getas Pandowo) mempunyai putri banyak dan yang terkenal adalah Ki Ageng Abdurrohman Susila (Ki Ageng Selo). Adapun adanya Ki Ageng Tarub adalah merupakan suatu karomah dari Allah yang diberikan kepada Syeh Maulana Maghribi dengan Dewi Telangkas (Nona Telangkas) yang melahirkan Ki Ageng Tarub. Adapun karomah yang diberikan Allah kepada Ki Ageng Tarub I yaitu kawin dengan Bidadari yaitu Nawang Wulan. Adapun cucu Ki Ageng Tarub I adalah Ki Ageng Selo yang mendapat karomah dari Allah yaitu dapat menangkap petir. Dari Beliaulah terlahir raja-raja ditanah jawa. Makam Ki Ageng Tarub terletak di desa Tarub Kecamatan Tawangharjo ± 10 km dari Kabupaten Grobogan .
Asal Usul Ki Ageng Tarub
Ki Jaka Tarub, yang setelah tua bergelar Ki Ageng Tarub, adalah tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram, dari pihak putrinya, yaitu yang bernama Retno Nawangsih.
Nama Jaka Tarub terdapat dalam Babad Tanah Jawi, yaitu kumpulan naskah yang berisi sejarah Kesultanan Mataram. Tidak diketahui siapa nama asli Jaka Tarub, ataupun nama asli kedua orang tuanya.
Dikisahkan ada seorang pemuda, sebut saja Jaka Kudus, kabur dari rumah karena bertengkar dengan ayahnya (KI Ageng Kudus). Di tengah jalan Jaka Kudus memerkosa putri Ki Ageng Kembanglampir sampai hamil. Gadis itu akhirnya meninggal saat melahirkan.
Bayi laki-laki yang ditinggal mati ibunya itu, ditemukan seorang pemburu bernama Ki Ageng Selandaka. Si bayi digendong sambil mengejar burung sampai ke desa Tarub. Karena merasa terganggu, Ki Ageng Selandaka akhirnya meninggalkan bayi tersebut di jalanan.
Si bayi ditemukan seorang janda, sebut saja Nyai Tarub, dan dijadikan anak angkat. Oleh penduduk sekitar ia dipanggil dengan nama Jaka Tarub.
Pernikahan Jaka Tarub
Jaka Tarub mencuri selendang salah satu bidadari. Ketika acara mandi selesai, enam dari tujuh bidadari tersebut kembali ke kahyangan. Sisanya yang satu orang bingung mencari selendangnya, karena tanpa itu ia tidak mampu terbang.
Jaka Tarub muncul pura-pura datang menolong. Bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumahnya. Keduanya akhirnya menikah dan mendapatkan seorang putri bernama Retno Nawangsih.
Selama hidup berumah tangga, Nawangwulan selalu memakai kesaktiannya. Sebutir beras bisa dimasaknya menjadi sebakul nasi. Suatu hari Jaka Tarub melanggar larangan Nawangwulan supaya tidak membuka tutup penanak nasi. Akibatnya kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Maka, persediaan beras menjadi cepat habis. Ketika beras tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendang pusakanya tersembunyi di dalam lumbung. Nawangwulan pun marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda tersebut.
Jaka Tarub memohon istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya demi bayi Nawangsih ia rela turun ke bumi untuk menyusui saja.
Raden Suwiryo Kertasuwiryo
Den Bagus suatu saat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan, beliau akhirnya bertemu dengan Ki Selo Ik Kromo, Den Bagus meminta Ki Selo Ik Kromo tentang bimbingan hidup dan bagaimana caranya agar beliau bisa lebih welas asih dan penyabar. Ketika itu beliau pun diajarkan belajar sopan santun dan tata krama dengan cara ngalong di bukit Gede sebagai syaratnya, beliaupun berhasil ngalong selama 40 hari.
Setelah berhasil menjalani ngalong, Den Bagus pun diberikan tuntunan hidup oleh Ki Selo Ik Kromo, Den Bagus pun berjanji akan memberikan yang terbaik atas ajaran yang diberikan kepadanya. Den Bagus berjanji akan menjaga anak cucu Ki Selo Ik Kromo, tapi Ki Selo Ik Kromo mengatakan saat itu belum waktunya Den Bagus untuk menjaga anak cucunya Ki Selo Ik Kromo, tapi Den Bagus diberikan perintah oleh Ki Selo Ik Kromo untuk pergi ke Selatan menemui seorang Putri yang ternyata adalah ibundanya. Sampai pada suatu ketika Den Bagus diminta oleh Ki Selo IK Kromo untuk menjaga cucunya yaitu Poertopo yang ternyata adalah masih keturunan dari Ki Yam’an , sang rajanya.
Ki Ageng Tarub
Ki Ageng Selo
Raden Mas Kencono
Beliau adalah salah satu manusia yang susah diketahui keberadaannya. kemampuan beliau dalam menyamar sangatlah diakui diantara raja-raja. hingga beliau menikah dengan Dewi Lanjar, beliau berjanji untuk setia hanya akan memperistri dewi lanjar hingga mati walau banyak kaum wanita yang banyak menyukainya.
Pada akhir hayatnya beliau lebih memilih pergi jauh ke sebuah gunung untuk tapa geni hingga ajalnya menjemputnya.
Ki Jayabadran
Dalam dunia denawa, nama Ki Jayabadran sudah cukup dikenal. Dia digambarkan sebagai sosok bermata sipit, hidung pesek, mulut kecil dower, bergigi tipis.Rambut hanya sedikit, bergelang, berkeris, bersuara bass. Beliau selalu bersama Ki Yaman.
Dalam sebuah kisah pernah diceritakan Jayabadran duduk di Ali-ali, dihadap oleh Ki Yaman, Gatot Kumboro, dan pegawai istana. Mereka membicarakan kepergian Ki Modo Suryo Kencono. Ki Jayabadran ingin mencarinya ke daerah Modo. Gatot Kumboro diminta mempersiapkan kepergian Ki Jayabadran. Ki Jayabadran meninggalkan balai penghadapan lalu masuk istana, memberi tahu rencana kepergiannya kepada para isteri. Lestari, Ningrum dan Handayani menyambut kedatangan Ki Jayabadran. Di hadapan para istrinya, Ki Jayabadran menyampaikan berita tentang kepergian Ki Modo dan rencana kunjungan ke desa Modo.
Ki Modo tengah bertapa di gunung Halimun Sangga Buwana , dengan nama Ki Modo Amangkurat. Gatot Kumboro dan Abdi Saketi datang. Mereka berdua minta kesediaan Ki Modo untuk melindungi Kerajaan Ki Ya’man yang saat itu ditinggalkan. Ki Modo menyanggupinya lalu berangkat, dikawal oleh para Gatot Kumboro. Ki Jayabadran dan Patih Gatot Kumboro menyertainya. Di tengah hutan mereka dihadang oleh raksasa dari Abul Yahesa. Terjadilah perkelahian. Raksasa dapat dikalahkan oleh Ki Modo berkat tongkat Nyi Laras yang diberikan Ki Jayabadran atas amanat Ki Yaman.